Hari Raya Kuningan merupakan salah satu hari suci umat Hindu Bali yang selalu jatuh 10 hari setelah Galungan, dan upacara Kuningan Bali ini menjadi penutup rangkaian perayaan besar tersebut. Banyak orang penasaran, mengapa jarak waktu keduanya selalu sama? Dalam tradisi Hindu Dharma, waktu 10 hari ini memiliki makna spiritual yang mendalam dan penuh simbolisme religius.
Makna Spiritual di Balik 10 Hari
Dalam kalender Bali atau pawukon, Galungan melambangkan kemenangan dharma melawan adharma. Setelah perayaan Galungan, masyarakat Bali meyakini bahwa roh leluhur yang berkunjung ke bumi selama upacara tersebut tetap berada di rumah keluarga selama sepuluh hari. Perayaan Kuningan kemudian menjadi waktu untuk melepas kepergian mereka dengan penuh hormat dan rasa syukur.
Upacara Kuningan bukan sekadar ritual formal, melainkan simbol kesadaran bahwa hidup manusia memiliki batas waktu. Oleh karena itu, masyarakat Bali mempersiapkan persembahan terbaik agar roh leluhur mendapatkan restu saat kembali ke alam niskala.
Baca Juga: Simbol-Simbol Suci Galungan Dari Penjor hingga Tamiang
Simbol Warna Kuning dan Persembahan
Pemerhati budaya Bali selalu menyebut bahwa warna kuning menjadi identitas utama dari Hari Raya Kuningan. Warna ini melambangkan kesucian, kemakmuran, dan kesejahteraan. Persembahan khas seperti ketupat kuning, tamiang, dan lamak memenuhi tempat persembahyangan. Semua bahan ini bukan sekadar ornamen, tetapi simbol harmoni antara unsur duniawi dan spiritual.
Tradisi Kuningan Bali yang Tetap Terjaga
Masyarakat Hindu wajib menjalani upacara Kuningan Bali dengan mengikuti dharma agama. Mereka memulai hari dengan persembahyangan di pura keluarga, lalu menyambangi pura desa. Suasana umat yang penuh ketulusan dan penuh syukur memberikan energi positif bagi lingkungan sekitar. Tradisi ini menunjukkan bahwa ajaran agama mampu hidup berdampingan dengan kehidupan modern tanpa kehilangan maknanya.
Hari Raya Kuningan tidak hanya menandai berakhirnya rangkaian Galungan, tetapi juga menjadi refleksi spiritual bagi umat manusia. Perayaan ini mengajarkan pentingnya menghargai leluhur, bersyukur atas kehidupan, dan menjaga keseimbangan antara jasmani dan rohani. Dengan pemahaman ini, kita dapat melihat betapa kaya dan bijaknya nilai-nilai budaya Bali dalam setiap tradisi yang mereka jalani.